Minggu, 06 Maret 2011

asuhan keperawatan dengan klien thypus abdominalis


THYPUS ABDOMINALIS
                                                                     
A.    ANATOMI FISIOLOGI
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus),  intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus thypus abdominalis, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya ±  6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari  :  lapisan usus halus, lapisan mukosa  (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
       Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
        Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ±  6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 23 meter dari ileum dengan panjang 4–5 m. Lekukan yeyenum dan ileum  melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.
Mukosa usus halus.  Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi.  Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus.  Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yag menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit.  Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang  disebut kelenjar soliter.  Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu.  Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu  sentimeter  sampai beberapa sentimeter.  Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid).  Sel-sel Peyer’s  adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran mukosa.  Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum. ( Evelyn  C. Pearce, 2000)
Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisis lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.
Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a.       Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran – saluran limfe.
b.      Menyerap protein dalam bentuk  asam amino.
c.       Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan:
a.       Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
b.      Eripsin menyempurnakan  pencernaan protein menjadi asam amino:
1.      Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
2.      Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida
3.      Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida

B.     PENGERTIAN
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Typhus abdominalis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh kuman SalmonellaTyphosa, Salmonella Paratyphi A, B dan C. yang menyerang usus halus khususnya daerah illeum. Penyakit ini termasuk penyakit tropik yang sangat berhubungan erat dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Dapat dengan mudah berpindah ke orang lain melalui Fecal Oral, artinya kuman Salmonella yang ada pada pada feses penderita atau karier mengkontaminasi makanan atau minuman orang sehat

C.     DAMPAK MASALAH
a.       Pada pasien
·         Pola persepsi dan metabolisme
Nafsu makan klien meurun yang disertai dengan mual dan muntah.
·         Pola eliminasi
Klien  tyfoid biasanya mengalami konstipasi bahkan diare.
·         Pola aktivitas dan latihan
Klien demam tyfoid haruslah tirah baring total untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berakibat aktivitas klien  terganggu.  Semua keperluan klien dibantu dengan tujuan mengurangi kegiatan atau aktivitas klien.  Tirah baring totalnya yang dapat menyebabkan terjadinya dekubitus dan kontraktur sendi.
·         Pola tidur dan istirahat
Terganngu karena klien biasanya gelisah akibat peningkatan suhu tubuh.  Selain itu juga klien belum terbiasa dirawat di rumah sakit.
·         Pola penanggulangan stress
Pada pola ini terjadi gangguan dalam menyelesaikan permasalahan dari dalam diri klien sehubungan penyakit yang dideritanya.
b.      Pada keluarga
1)      Adanya beban mental sebagai akiabt dari salah satu anggota keluarganya dirawat di rumah sakit karena sakit yang di deritanya sehingga menimbulkan kecemasan.
2)      Biaya merupakan masalah yang  dapat menimbulkan beban keluarga.  Bila perawatan yang diperlukan memerlukan perawatan yang konservatif yang lama di rumah sakit, akan memerlukan biaya yang cukup banyak, sehingga dapat menimbulkan beban keluarga.
3)      Akibat klien di rawat di rumah sakit maka akan menambah kesibukan keluarga yang harus menunggu anggota keluarga yang sakit.

D.    PATOFISIOLOGI
Salmonella Typhosa

 


Saluran cerna


Diserap oleh usus halus



Bakteri masuk ke aliran darah sistemik




Kelenjar limfoid usus halus




Hati




Limfa             




Endotoksin




Tukak
hepatomegali
Splenomegali




Demam




Nyeri raba




Hipertermi




Perdarahan & perforasi
 














Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar fimfoid usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan ileh kelainan pada usus halus.
E.     TANDA DAN GEJALA
Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodroma, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat.
Kemudian gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:
a.        Demam lebih dari 7 hari. Pada kasus-kasus tertentu, demam berlangsung selama 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak seberapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga, suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b.        Gangguan saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue, lidah tifoid), ujung dan tepinya kemerehan, jarang disertai tremor. Pada abdomen terjadi splenomegali dan hepatomegali dengan disertai nyeri tekan. Biasanya didapatkan kondisi konstipasi, kadang diare, mual, muntah, tapi kembung jarang.
c.        Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
d.       Pada punggung terdapat roseola (bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam).
e.        Epitaksis



F.      ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram negatif, berflagel, anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada suhu yanng lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 700C maupun oleh antiseptik.
Salmonella Typhosa memiliki 3 macam antigen, yaitu:
a.                           antigen O (Ohhne Hauch): merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
b.                          antigen H    : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c.                           antigen Vi   : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.

G.    KOMPLIKASI
Dapat terjadi pada:
a.       usus halus
umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu:
1.      Perdarahan usus.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan:
·         Penurunan TD dan suhu tubuh
·         Denyut nadi bertambah cepat dan kecil
·         Kulit pucat
·         Penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
2.      Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum.
3.      Peritonitis. Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan:
·         Nyeri perut hebat
·         Kembung
·         Dinding abdomen tegang (defense musulair)
·         Nyeri tekan
·         TD menurun
·         Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang.
Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
b.      Komplikasi diluar usus halus
·         Bronkitis. Terjadi pada akhir minggu pertama.
·         Bronkopneumonia. Kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder.
·         Kolesistitis.
·         Tifoid ensefalopati. Gejala: kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi.
·         Meningitis. Gejala: bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis, panas, diare, kelainan neurologis.
·         Miokarditis
·         Karier kronik

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membuat diagnosa pasti perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium :
1.      Pemeriksaan darah tepi untuk mendapatkan gambaran mengenai:
·         Leukopenia
·         Limfositosis relatif
·         Eosinopilia
·         Trombositopenia
2.      Pemeriksaan sumsum tulang untuk mengetahui RES hiperaktif ditandai dengan adanya sel makrofag, sel hemopoetik, granulopoetik,eritropoetik dan trombopoetik berkurang.
3.      Biakan empedu
Untuk mengetahui Salmonella typhosa dalam darah penderita terutama pada minggu pertama. Selanjutnya ditemukan dalam faeces / urine dan mungkin tetap positif dalam waktu lama.
4.      Pemeriksaan widal
Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella typhosa. Pemeriksaan dinyatakan positif bila terjadi reaksi aglutinasi.
Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukan kenaikan yang progresif. Titer O dipakai untuk menentukan diagnosis karena mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Sedangkan titer H tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah penderita lama sembuh.

I.       PENATALAKSANAAN
1.      Perawatan
·         Penderita perlu dirawat di RS untuk diisolasi, observasi, dan pengobatan.
·         Harus istirahat
o   5-7 hari bebas demam
o   14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus
·         Mobilisasi bertahap, sesuai kondisi.
·         Bila kesadran menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi dan komplikasi yang lain.
2.      Diet
·         makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein (TKTP).
·         Bahan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang, dan menimbulkan gas.
·         Susu 2 kali sehari perlu diberikan.
·         Bila anak sadar dan nafsu makan baik, dapat diberikan makanan lunak.
3.      Obat-obatan
·         Kloramfenikol: 75 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 dosis, dengan dosis maksimum 2 g/hari, diberikan sampai 3 hari bebas panas, minimal diberikan 7 hari.
·         Clotrimoxazol:(pilihan lain kloramfenikol) 6 mg Trimetoprim, 30 mg Sulfometoksazol/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan sampai 3 hari bebas panas.
·         Ampisilin dan amoksisilin:merupakan derivat penisilin untuk pasien yang resistan terhadap kloramfenikol.
·         Antipiretik seperlunya
·         Vitamin B kompleks dan vitamin C



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN THYPUS ABDOMINALIS
      I.            PENGKAJIAN
A.    Pengumpulan data
v Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
v Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
v Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam tubuh.
v Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
v  Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
v  Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan.  Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
B.     Pola-pola fungsi kesehatan
v  Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
v  Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
v  Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
v  Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
v  Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
v  Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
v  Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
v  Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
C.     Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
v  Pola tata nilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
D.    Pemeriksaan fisik
v  Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat     38 – 410 C, muka kemerahan.
v  Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
v  Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
v  Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
v  Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam.
v  Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
v  Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
v  Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
E.     Pemeriksaan penunjang
v  Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.  Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.  Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi.  Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama.  Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin.  Laju endap darah meningkat.
v  Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
v  Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
v  Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
v  Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ).  Adapun antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H.   Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali).  Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.
v  Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.

    II.            DIAGNOSA KEPERAWATAN
q  Hypertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, proses inflamasi dan peradangan.
q  Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
q  Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, istirahat total.
q  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat.
q  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam.
q  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
q  Risiko infeksi berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.
q  Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
q  Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
q  Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal
q  Resiko terjadi komplikasi (perdarahan, ferforasi atau peritonitis ) berhubungan dengan perlukaan ulkus intestinal.
q  Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubh akibat proses infeksi kuman Salmonella
q  Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
q  Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakitnya.
q  Potensial terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh

 III.            INTERVENSI
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Hypertermia b.d peningkatan metabolisme tubuh, proses inflamasi dan peradangan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu tubuh turun sampai batas normal dengan kriteria hasil :
·         Suhu tubuh 360-370 C
·         Klien bebas demam
q  Monitor tanda-tanda infeksi.
q  Monitor tanda vital tiap 2 jam.
q  Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
q  Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
q  Monitor komplikasi neurologis akibat demam
q  Atur cairan IV sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
q  Atur antipiretik, jangan berikan aspirin
q  Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
q  Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun dihubungkan dengan resolusi infeksi.
q  Memfasilitasi kehilangan panas lewat konveksi dan konduksi.
q  Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi.
q  Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
q  Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat.
q  Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang menetap.
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang tidak adekuat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
·         BB dalam batas normal
·         Kadar Hb dan Albumnin dalam batas normal.
q  Awasi pemasukan diet/jumlah kalori.Berikan porsi kecil tapi sering dan tawarkan makan pagi dengan porsi paling besar.
q  Berikan perawatan mulut sebelum makan.
q  Anjurkan makan dlm posisi duduk tegak.
q  Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen sepanjang hari.
Kolaborasi:
q  Konsul ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.
q  Awasi glukosa darah.
q  Berikan obat sesuai indikasi: antasida, antiemetik, vitamin B kompleks.
q  Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari.
q  Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu makan.
q  Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
q  Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna/ditoleran bila makanan lain tidak.
q  Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan klien.
q  Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi pada klien dengan anoreksi.
q  Antiemetik diberikan ½ jam sebelum makan dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.Antasida bekerja pada asam gaster dapat menurunkan iritasi/resiko perdarahan. Vitamin B kompleks memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan.
3
Risiko infeksi b.d adanya salmonella pada tinja dan urine.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella dengan kriteria:
·         TTV dalam batas normal
·         Kultur darah, urine dan feses negatif
·         Hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan
q  Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.
q  Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order.
q  Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif terhadap S. Thypi
q  Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas, batasi pengunjung
q  Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien
q  Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan minuman, mencuci tangan setelah BAB atau memegang feses.
q  Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
q  Anti infeksi harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
q  Mencegah transmisi kuman patogen
q  Membatasi terpaparnya pasien pada kuman patogen lainnya.
q  Meyakinkan bahwa pasien diperiksa dan diobati.
q  Mencegah infeksi berulang
4
Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan sekunder akibat demam
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan cairan pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
·         Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal.
·         TTV ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam batas normal.
q  Monitor intake atau output tiap 6 jam.
q  Beri cairan (minum banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari.
q  Masukan cairan diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus.
q  Hindarkan sebagian besar gula  alkohol, kafein.
q  Timbang berat badan secara efektif.
q  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan secara intravena.
q  Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini terhadap keseimbangan cairan.
q  Cairan yang terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
q  Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk memekatkan urine.
q  Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi.
q  Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan dehidrasi ringan, 5-9 % menunjukkan dehidrasi sedang.
q  Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen) sebaik-baiknya.
5
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan kebutuhan aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil:
·         Klien dapat menjaga kebersihan diri.
·         Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.
·         Makan / minum, eliminasi  terpenuhi.
q  Bantu semua aktivitas klien di tempat tidur
q  Mandikan pasien sampai dengan kebutuhan ganti pakaian setiap hari dan sewaktu-waktu jika kotor, buang air besar dan kecil dibantu ditempat tidur ,suapi pasien jika makan, miringkan pasien secara teratur setiap 3 jam, lakukan massage pada daerah yang tertekan dan beri minyak pelembab, lakukan latihan fisik pasif pada extremitas 2X/hari.
q  Kaji respon pasien setiap kali melakukan aktivitas,bila terjadi peningkatan suhu, batasi aktivitas.
q  Beri penghalang disisi tempat tidur, bila kesadaran menurun.
q  Mencegah terjadinya komplikasi, sampai tiga hari bebas panas
6
Resiko terjadi komplikasi (perdarahan, ferforasi atau peritonitis ) berhubungan dengan perlukaan ulkus intestinal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi komplikasi dengan kriteria hasil:
·         Hemodinamik baik
·         Perdarahan tidak terjadi
·         Tanda-tanda ferforasi tidak terjadi.
q  Diskusikan pentingnya istirahat total di tempat tidur sampai 3 hari bebas panas
q  Ukur intake cairan baik per oral maupun parenteral.
q  Monitor secara ketat tanda-tanda komplikasi seperti; hematemesis, melena, distensi dan defens muskuler abdomen, penurunan kesadaran, hipotensi, takhikardia, bradi kardi, dan peningkatan suhu tubuh yang terlalu tinggi.
q  Hindarkan intake makanan yang keras, merangsang serta bergas.
q  Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dokter.misalnya kloramfenikol dan roborantia.
q  Mencegah terjadinya ferforasi




q  Evaluasi keseimbangan cairan

q  Mengantisipasi komplikasi yang lebih hebat














q  Mengurangi peristaltik



q  Obat pilihan untuk penanganan typhus Abdominalis (sensitivitas tinggi terhadap Salmonella).




DAFTAR PUSTAKA


Arif Mansjoer,dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jilid I.Jakarta:Media Aesculapus.
Carpenito,L.J.2000.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi 8.Jakarta:EGC
Doenges,M.E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Junadi P,Soemasto A.S, amels H.1998.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 2.Media ausculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC
Rampengan & Laurentz.1995.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.Jakarta:EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar